Langsung ke konten utama

MENEBAK NU 1 PILIHAN YUDHOYONO

Istana mulai kasak-kusuk di arena Muktamar NU (Nahdlatul Ulama). Siapa Ketua PBNU pilihan Yudhoyono?

ImageSELASA (23/03) siang, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dijadwalkan membuka acara Muktamar Nahdlatul Ulama (NU) ke-32 di Celebes Convention Center, Makassar, Sulawesi Selatan, yang dihadiri sekitar delapan ribu peserta. Ajang lima tahunan kaum sarungan itu nantinya akan menentukan siapa ketum umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) 2010-2015.

Setidaknya ada enam nama kiai kondang yang akan meramaikan bursa NU 1. Di antaranya KH Masdar F Mas’udi, KH Said Aqil Siradj, H Ahmad Bagdja, H Slamet Effendy Yusuf, KH Salahuddin Wahid, dan KH Ali Maschan Musa. Sementara untuk bakal calon Rais ‘Am, mencuat nama KH Hasyim Muzadi, KH Sahal Mahfudh, KH Ma’ruf Amin, Habib Luthfi bin Yahya, KH Mustofa Bisri, dan KH Maimun Zubair.

Ketua panitia pusat Muktamar NU KH Hafidz Usman mengatakan, pengurus wilayah yang sudah terdaftar 33 wilayah, 473 pengurus cabang, dan 14 pengurus cabang istimewa NU di luar negeri. Ketika disinggung calon Rais ‘Am dan ketua umum PBNU, Hafidz menegaskan bahwa itu belum ditetapkan. Penetapan calon akan dilakukan pada sesi pembahasan tata tertib pemilihan calon. Dari situ akan terlihat jelas berapa calonnya.

“Yang ada sekarang hanyalah bakal calon. Biasanya untuk bisa jadi calon harus didukung oleh sedikitnya 99 suara. Dalam setiap pemilihan, baik Rais ‘Am maupun ketum PBNU, masing-masing perwakilan dari muktamirin (peserta muktamar) hanya mempunyai satu suara,” ujarnya.

Wakil Katib Syuriyah PBNU KH Malik Madany memprediksi dari enam calon tersebut bakal mengerucut menjadi dua calon yang memiliki peluang besar, KH Said Aqil Siradj dan KH Salahuddin Wahid.

“Keduanya cukup lumayan mendapat dukungan dari pengurus cabang dan wilayah. Said punya kelebihan, seperti keintelektualnya, penguasaan dalam ilmu agamanya dan memahami bahasa warga NU dari level atas hingga bawah. Cuma pada tataran administrasi organisasi, dia lemah,” katanya kepada Indonesia Monitor.

Sementara, Gus Solah—sapaan akrab—KH Salahuddin Wahid— dalam pandangan Malik, sejak awal sudah diuntungkan secara garis keturunan. Kakeknya pendiri NU yang sangat dihormati warga NU. Kekuatan lainnya, dukungan yang mengalir untuk Gus Solah dari basis NU di Jawa Timur cukup besar. Sayangnya, Gus Solah kurang dikenal warga NU lantaran selama ini tidak bermain dalam wacana keagamaan NU. Selain itu, Gus Solah juga tidak pernah lama di pesantren.

“Baru belakangan saja dia kembali ke pesantren setelah mengasuh Pesantren Tebuireng. Meski Said dan Gus Solah sudah banyak yang mengusung, tapi peta dukungan sewaktu-waktu bisa berubah. Bisa jadi nanti yang mencuat di tengah muktamar malah di luar dua tokoh itu. Yang jelas, ketum PBNU mendatang harus mampu menghidupkan kembali organisasi yang kurang berjalan,  mempertajam kiprah dan tugas pokok  NU serta tidak berpolitikpraktis,” tutur Malik Madany yang sehari-hari mengajar di Fakultas Syariah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.

Kuatnya dukungan terhadap Gus Solah dan Said Aqil, menurut sumber Indonesia Monitor di lingkaran petinggi NU, tak lepas dari peran dan dukungan Presiden SBY. Soalnya, dari enam calon ketum PBNU, hanya dua tokoh itu yang dipanggil ke Cikeas, kediaman pribadi SBY. Keduanya dipanggil dalam waktu yang berbeda. Mula-mula Gus Solah yang diundang ke Cikeas, yang ditemani seorang menteri yang berasal dari NU. Keesokan harinya, sekitar pukul 07.00, giliran Said Aqil tiba di Cikeas.

“Bagaimanapun, presiden punya kepentingan dengan NU. Presiden ingin ketum PBNU mendatang bisa bersinergi dengan pemerintah. Tujuannya agar program-program pemerintah seperti membangun ekonomi kerakyakatan, meningkatkan kualitas pendidikan, pemberantasan terorisme hingga mengerem gerakan Islam radikal dibantu dan didukung PBNU,” ungkap sumber yang tak bersedia disebutkan identitasnya itu.

Sementara itu Rais Syuriyah PWNU Jawa Tengah KH Masruri Mughni berpendapat, siapapun tokoh yang ingin menjadi ketum PBNU setidaknya harus memiliki tiga syarat. Pertama, harus punya ilmunya ulama. Kedua, paham dan mampu mengatur atau memenej organisasi. Ketiga, menguasai politik kenegaraan. Sedangkan untuk calon Rais ‘Am, persyaratannya lebih ketat lagi. Antara lain keilmuannya tidak sembarangan (alim), jiwa dan raganya benar-benar tulus berjuang untuk NU, bukan tokoh sentimentil, serta berwawasan luas.

“Wawasan luas artinya dia punya paradigma politik keumatan, kerakyatan, kekuasaan, kebangsaan dan kenegaraan, bukan aktivitasnya dipolitik atau membawa-bawa NU untuk kepentingan politik praktis. Tapi saya tidak mau menyebut nama calon yang layak diusung, takut menyinggung perasaan calon yang lain,” tukasnya kepada Indonesia Monitor, Sabtu (20/03).

Dalam muktamar NU, gesek-gesekan untuk meraih kursi ketum PBNU dan Rais ‘Am memang sangat kencang dan sengit. Karena itu, tidak sedikit pihak yang mensinyalir bahwa akan ada jutaaan ‘uang panas’ yang berseliweran, dimana ujungnya mampir di saku para kiai NU. Money politics terjadi bukan hanya di ruang muktamar, tapi pra dan pasca muktamar. Menanggapi isu tersebut, Masruri Mughni sejenak tersenyum.

“Nampaknya begitu. Namanya manusia, ada yang bagus, ada juga yang jelek,” jawabnya  diplomatis.

Masruri mengakui, politik uang terkadang ada di tiap pengurus ranting, cabang dan wilayah NU. Bahkan, dirinya juga pernah didatangi oleh beberapa orang yang menawarkan sejumlah uang.

“Pak Kiai, tiket dan ongkos ke Makassar biar kami yang tanggung. Karena Kiai di sana (muktamar) sekitar seminggu, nah ini uang yang ditinggal untuk keluarga Kiai di rumah,” Masruri Mughni menirukan ucapan orang yang hendak memberikan uang kepada dirinya.

Namun, Masruri Mughni tidak mau menerimanya. Ia tahu pemberian uang itu ada maksud dan tujuan tertentu dari si pemberi. Tapi alasan terpentingnya bahwa harga diri ulama tidak bisa dibeli dengan uang. Lagi pula asal muasal uang itu sama sekali tidak jelas.

“Saya sudah melarang seluruh pengurus Syuriyah dan Tanfidziyah PWNU Jawa Tengah untuk meminta-minta uang. Lebih baik kami urunan atau pinjam saja biar bisa menghadiri muktamar. Nyatanya rezeki ada saja. Alhamdulillah kami bisa berangkat bareng-bareng,” ungkapnya.

Menurut Masruri, orang-orang yang biasa bermain politik uang ialah orang partai, pejabat, pengusaha, dan pihak lain yang pastinya punya kepentingan terhadap NU. Masruri menyebut mereka sebagai ‘penumpang gelap’. Baginya, pemilihan ketum PBNU dan Rais ‘Am serta seluruh proses dalam muktamar akan jauh lebih terhormat jika tidak disertai politik uang.

“NU sudah punya cara sendiri untuk memilih ketua, yakni melalui mekanisme musyawarah dan semua tokoh yang memiliki hak suara disarankan melakukan shalat istikharah. Tujuannya agar pemimpin yang terpilih nanti mendapat ridha Allah SWT dan mau melaksanakan nasehat ulama. Terpenting lagi, kami berangkat ke muktamar dengan menjunjung tinggi khittah nadhliyah dan mengedepankan akhlakul karimah, sebagaimana pesan Rais ‘Am KH Sahal Mahfudh. Ini ‘demi‘untuk menjaga muru’ah (harga diri) NU dan ulama,” tegasnya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Siapakah Sesungguhnya Inisial EGM alias Elya G Muskitta...?

Sosok EGM atau Elya G Muskitta akhir-akhir ini disinyalir terkait dengan ramainya polemik seputar beredarnya berita video skandal seks yang melibtkan oknum DPR RI. Apa hubungan Elya G Muskitta dengan hebohnya berita soal video skandal seks oknum DPR ini..?Apakah Elya Punya Motif Politik…? 

Ingin Lebih Dekat Dengan Warga Binaan, Babinsa Koramil 0827/21 Ra'as Gelar Komsos

F- Untuk membangun konsep diri serta memupuk hubungan dengan orang lain diperlukan komunikasi sosial dengan anggota masyarakat. Demikian juga halnya untuk mempererat tali silaturahim dan kerja sama yang baik dalam rangka mendukung tugas pokok Babinsa serta terwujudnya Kemanunggalan TNI dengan rakyat. Babinsa Koramil 0827/21 Ra'as Kopka Edy Purnomo secara rutin dan berkesinambungan melaksanakan Komunikasi Sosial (Komsos) dengan warga masyarakat wilayah binaan, di Dusun Tengah Desa Guwa Guwa Kecamatan Ra'as Kabupaten Sumenep. Jum'at (24-5-2019). Pelaksanaan komunikasi sosial ini merupakan tugas rutin yang dilaksanakan oleh Babinsa untuk mengetahui perkembangan situasi wilayah binaan sekaligus untuk mempererat hubungan antara Babinsa dengan warga binaan. Komunikasi sosial merupakan salah satu metode Binter TNI AD yang dapat dilaksanakan secara teratur untuk mencapai tujuan komunikasi sosial sesuai dengan yang diharapkan. Melalui komunikasi ini, Babinsa harus dapat memp

Di Madura, Kiyai Poros Tengah Minta NU Netral

SITUSPOLITIK, SUMENEP- Fungsionaris Forum Kiyai Poros Tengah (FKPT) Sumenep meminta ormas Nahdlatul Ulama ( NU) tetap menjaga netralitas dan sebaiknya lebih bagus mengurus tugas utamanya seperti mengurus pesantren, umat dan dakwah.