SITUS POLITIK, Jakarta - Anggota Komisi III DPR RI Trimedya Panjaitan menegarai adanya skenario untuk mengulur waktu uji kepatutan dan kelayakan (fit and proper test) calon pimpinan KPK, demi kepentingan calon tertentu. Pernyataannya ini terkait dengan temuan Komisi III DPR tentang keganjilan surat kuasa pada Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) delapan calon pimpinan (capim) KPK.
"Saya mencium itu, waktu itu saya mengusulkan Kamis malam di fit and proper test satu calon, tapi mayoritas menolak," ujar Trimedya, dalam diskusi di Sindo Radio, bertajuk "Cari Pimpinan KPK Aja Kok Repot?" di Warung Daun, Jakarta, Sabtu (26/11). Atas molornya waktu seleksi itu, dia mengaku kecewa. "Saya kecewa mengulur-ulur dan mengendus adanya upaya sengaja memundurkan."
Dia menduga adanya desakan sejumlah fraksi di DPR yang memilih Senin (28/11) untuk melakukan fit and proper test, merupakan indikasi adanya skenario secara sengaja. "Saya mencium ada upaya mundur oleh fraksi-fraksi tertentu ada lobi-lobi yang perlu dilakukan."
Masalah form LKHPN, lanjutnya, tidak harus menganggu proses penyeleksian Capim KPK. Fraksinya, PDIP, meminta agar seleksi Capim KPK dilanjutkan pada Kamis (24/11) sehingga tidak terlalu menyita waktu banyak. Namun, pada akhirnya kesepakatan Komisi III jatuh pada mayoritas fraksi.
Sebagaimana diberitakan, sembilan Fraksi di Komisi III DPR tidak sepakat mengenai waktu melanjutkan. Fraksi PDI Perjuangan, Fraksi Gerindra, dan Fraksi PKS, menghendaki agar uji kepatutan itu dilanjutkan pada Kamis (24/11). Berbeda dengan enam fraksi lainnya, Demokrat, Golkar, PAN, PKB, dan PPP, yang menghendaki pada Senin (28/11).
Namun pada akhirnya Ketua Komisi III DPR memutuskan melanjutkan fit and proper test capim KPK itu sesuai dengan suara enam fraksi. Atas hal ini, Trimedya mengaku pihaknya bukan fraksi mayoritas. "Kami bukan fraksi mayoritas, atas kejadian itu cukup bersemangat saja," ujarnya.
Senada dengan Trimedya, Direktur Eksekutif Lingkar Madani untuk Indonesia Ray Rangkuti menduga adanya skenario besar yang dilakukan politisi DPR dalam mengundurkan proses uji kelayakan dan kepatutan capim KPK itu.
Dugaannya didasarkan pada akar persoalan yang membuat molornya proses seleksi tersebut, yakni kesalahan administrasi. Menurutnya, penyelesaian persoalan itu tidak harus berhari-hari, melainkan bisa dengan hitungan jam.
"Kalau soal administrasi, itu bisa diselesaikan lewat hitungan jam, bisa dilakukan melalui kuasa hukum, misalnya, nggak perlu njlimet harus menghadirkan orangnya dulu. Itu bisa lewat telepon, lalu disahkan lewat kuasa hukum," ujarnya.
Lebih jauh dia menilai, fit and proper test yang dilakukan Komisi III DPR itu tidak terlalu penting dalam menilai capim KPK tersebut. Pasalnya, sebagian besar substansi seleksi pemilihan capim KPK sudah diselesaikan oleh pansel. Adapun fit and proper test hanya menjadi formalitas saja.
"Di DPR itu sebetulnya lebih persoalan panggung saja, sementara penilaian panitia seleksi lebih bisa diterima oleh publik. Buktinya relatif tidak ada kritik," katanya menambahkan.
Dia menilai, anggota DPR saat ini lebih independen dari partainya. Kenyataan ini menjadikan mereka sangat mungkin membuat deal-deal politik dengan pihak luar, terkait dengan dukungan kepada siapa capim KPK yang akan mengamankan posisinya.
Artinya, ujarnya, sangat mungkin kecenderungan Pansel sebelumnya kepada capim tertentu, bisa berubah kenyataan ketika sudah ada di DPR. Di sinilah, Ray menengarai para pemain belakang yang akan sangat menentukan siapa capim KPK mendatang.
Ketua Komisi III DPR Benny K Harman, sebelumnya pernah mengklarifikasi anggapan miring terkait dengan adanya skenario untuk menghambat proses pemilihan Capim KPK ini. "Tidak hambat itu, masa saya yang menemukan kesalahan pansel bukannya dipuji, malah Pansel yang jelas salah dipuji-puji," ujarnya.
Di antara Komisi III DPR sendiri memang kerap berbeda pendapat dalam pemutusan sebuah kebijakan. Namun kerap kalu kesulitan untuk membuktikan secara langsung tuduhan maupun klaim atas kebenaran pada isu tersebut. Publik tinggal menunggu Senin besok terkait dengan proses lanjutan fit and proper testdelapan capim KPK. [AM]
"Saya mencium itu, waktu itu saya mengusulkan Kamis malam di fit and proper test satu calon, tapi mayoritas menolak," ujar Trimedya, dalam diskusi di Sindo Radio, bertajuk "Cari Pimpinan KPK Aja Kok Repot?" di Warung Daun, Jakarta, Sabtu (26/11). Atas molornya waktu seleksi itu, dia mengaku kecewa. "Saya kecewa mengulur-ulur dan mengendus adanya upaya sengaja memundurkan."
Dia menduga adanya desakan sejumlah fraksi di DPR yang memilih Senin (28/11) untuk melakukan fit and proper test, merupakan indikasi adanya skenario secara sengaja. "Saya mencium ada upaya mundur oleh fraksi-fraksi tertentu ada lobi-lobi yang perlu dilakukan."
Masalah form LKHPN, lanjutnya, tidak harus menganggu proses penyeleksian Capim KPK. Fraksinya, PDIP, meminta agar seleksi Capim KPK dilanjutkan pada Kamis (24/11) sehingga tidak terlalu menyita waktu banyak. Namun, pada akhirnya kesepakatan Komisi III jatuh pada mayoritas fraksi.
Sebagaimana diberitakan, sembilan Fraksi di Komisi III DPR tidak sepakat mengenai waktu melanjutkan. Fraksi PDI Perjuangan, Fraksi Gerindra, dan Fraksi PKS, menghendaki agar uji kepatutan itu dilanjutkan pada Kamis (24/11). Berbeda dengan enam fraksi lainnya, Demokrat, Golkar, PAN, PKB, dan PPP, yang menghendaki pada Senin (28/11).
Namun pada akhirnya Ketua Komisi III DPR memutuskan melanjutkan fit and proper test capim KPK itu sesuai dengan suara enam fraksi. Atas hal ini, Trimedya mengaku pihaknya bukan fraksi mayoritas. "Kami bukan fraksi mayoritas, atas kejadian itu cukup bersemangat saja," ujarnya.
Senada dengan Trimedya, Direktur Eksekutif Lingkar Madani untuk Indonesia Ray Rangkuti menduga adanya skenario besar yang dilakukan politisi DPR dalam mengundurkan proses uji kelayakan dan kepatutan capim KPK itu.
Dugaannya didasarkan pada akar persoalan yang membuat molornya proses seleksi tersebut, yakni kesalahan administrasi. Menurutnya, penyelesaian persoalan itu tidak harus berhari-hari, melainkan bisa dengan hitungan jam.
"Kalau soal administrasi, itu bisa diselesaikan lewat hitungan jam, bisa dilakukan melalui kuasa hukum, misalnya, nggak perlu njlimet harus menghadirkan orangnya dulu. Itu bisa lewat telepon, lalu disahkan lewat kuasa hukum," ujarnya.
Lebih jauh dia menilai, fit and proper test yang dilakukan Komisi III DPR itu tidak terlalu penting dalam menilai capim KPK tersebut. Pasalnya, sebagian besar substansi seleksi pemilihan capim KPK sudah diselesaikan oleh pansel. Adapun fit and proper test hanya menjadi formalitas saja.
"Di DPR itu sebetulnya lebih persoalan panggung saja, sementara penilaian panitia seleksi lebih bisa diterima oleh publik. Buktinya relatif tidak ada kritik," katanya menambahkan.
Dia menilai, anggota DPR saat ini lebih independen dari partainya. Kenyataan ini menjadikan mereka sangat mungkin membuat deal-deal politik dengan pihak luar, terkait dengan dukungan kepada siapa capim KPK yang akan mengamankan posisinya.
Artinya, ujarnya, sangat mungkin kecenderungan Pansel sebelumnya kepada capim tertentu, bisa berubah kenyataan ketika sudah ada di DPR. Di sinilah, Ray menengarai para pemain belakang yang akan sangat menentukan siapa capim KPK mendatang.
Ketua Komisi III DPR Benny K Harman, sebelumnya pernah mengklarifikasi anggapan miring terkait dengan adanya skenario untuk menghambat proses pemilihan Capim KPK ini. "Tidak hambat itu, masa saya yang menemukan kesalahan pansel bukannya dipuji, malah Pansel yang jelas salah dipuji-puji," ujarnya.
Di antara Komisi III DPR sendiri memang kerap berbeda pendapat dalam pemutusan sebuah kebijakan. Namun kerap kalu kesulitan untuk membuktikan secara langsung tuduhan maupun klaim atas kebenaran pada isu tersebut. Publik tinggal menunggu Senin besok terkait dengan proses lanjutan fit and proper testdelapan capim KPK. [AM]