Calon presiden dari Partai Bulan Bintang Yusril Ihza Mahendra menegaskan bahwa tidak ada yang perlu ditakutkan apabila Mahkamah Konstitusi mengabulkan gugatannya terkait uji materi Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008
tentang pemilihan presiden dan wakil presiden. Alasannya, perubahan jadwal tahapan Pemilu tidak lebih penting dibandingkan konstitusi tersebut.
"Tidak ada kerusuhan jika MK membatalkan (Undang-Undang) ini. Meskipun, Pemilu Legislatif mundur hingga Juli nanti dan mengganggu tahapan logistik. Tapi, soal teknis ini tidak dapat mengalahkan konstitusi," ucap Yusril seusai sidang perdana uji materi UU Pilpres di Gedung MK, Jakarta, Selasa (21/1/2014).
Yusril mengatakan, meski Pemilu Legislatif nantinya tidak dilaksanakan April tapi pelantikannya akan tetap sesuai jadwal yakni pada Oktober. Begitu juga dengan jadwal tahapan pelantikan Presiden dan Wakil Presiden terpilih.
"Sekiranya ini diterima MK, saya dengar KPU siap melaksanakan pemilu. Pelantikan legislatif tetap 1 Oktober, Presiden 20 Oktober. Jadi tidak ada kekacauan. Barangkali mereka-merekalah (orang yang tidak setuju uji materi) yang ingin bikin kacau," ujarnya.
Ketika ditanya apakah gugatan itu hanya untuk memuluskan keinginannya menjadi Capres, Yusril tak membantahnya. Namun demikian, ia yakin apabila gugatan itu dimenangkannya semua pihak akan sama-sama menikmatinya.
"Memang perlawanan di MK untuk satu orang. Tapi yang menikmati semua orng. Karena, permohonan di MK ini berlaku untuk semua orang," katanya.
Dengan demikian, Yusril berharap gugatannya dikabulkan MK. Dengan demikian, pelaksanaan Pileg dan Pilpres waktunya bersamaan.
Sementara itu dalam sidang perdana ini, Yusril merasa dirugikan hak-hak konstitusionalnya dengan berlakukannya Pasal 3 ayat (4), Pasal 14 Ayat (2) dan pasal 112 UU No. 42 Tahun 2008 tentang Pilpres.
Yusril menegaskan, adanya kekhawatiran capres dan Cawapres akan terlalu banyak sehingga dibatasi dengan presidential threshold sebesar 20 persen atau 25 persen suara sah nasional menjadi kehilangan relevansinya karena pada Pemilu 2014 hanya diikuti oleh 12 parpol nasional dan 3 partai lokal Aceh.
"Jika Pemilu 2014 diikuti 12 parpol maka masih berada dalam batas yang wajar apabila setiap parpol memunculkan satu pasangan capres dan cawapres. Sehingga putusan MK yang menafsirkan adanya presidential threshold tidak bertentangan dengan norma UUD 1945," ucapnya. (A-194/A-89)***
Komentar
Posting Komentar
SITUS POLITIK INDONESIA